Kasus penistaan agama yang akhir-akhir
ini sering diperdebatkan menimbulkan kontroversi. Hal ini terjadi karena
melibatkan adanya demo besar pada
tanggal 4 November 2016 dan 2 Desember 2016. Kasus ini melibatkan Gubernur DKI
Jakarta yang sekaligus Calon Gubernur Petahana,
Basuki Tjahaja Purnama atau sering dikenal dengan Ahok. Kasus ini berkaitan
dengan adanya vidio yang beredar mengenai dugaan penistaan agama yang
dilakukannya saat berbicara di Kepulauan Seribu. Disini akan saya bahas apakah
Ahok benar-benar melakukan Perbuatan Pidana Penistaan Agama.
Yang
dimaksud dengan Perbuatan Pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai dengan suatu ancaman (sangsi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.[1] Perbuatan
Pidana juga bisa diartikan sebagai sebuah tindakan, yang karena telah melakukan
tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum.[2] Jadi perbuatan
pidana merupakan perbuatan seseorang yang dapat dijatuhi pidana karena melanggar
suatu aturan tertentu.
Dalam
perbuatan pidana tentunya ada unsur-unsur yang sebagai berikut.
a. Kelakuan
dan akibat (=perbuatan)
b. Hal
ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c. Keadaan
tambahan yang memberatkan pidana
d. Unsur
melawan hukum yang obyektif
e. Unsur
melawan hukum yang subyektif
Akhirnya
ditekankan; bahwa meskipun perbuatan pidana pada umumnya adalah keadaan lahir,
namum ada kalanya dalam perumusan juga diperlukan elemen lahir yaitu sifat
melawan hukum yang subyektif.[3] Sehingga dalam
hal ini perlu sekali dilihat maksut hati seseorang yang diduga melakukan tindak
pidana. Hal ini mengingat pada hati seseorang apakah dia dengan sengaja
melakukan perbuatan pidana dan apakah hal tersebut merupakan tindak pidana.
Seseorang dapat dipidana tidak cukup hanya karena orang itu
telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan
hukum. Sehingga, meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam peraturan
perundang-undangan dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision) namun hal tersebut belum memenuhi
syarat untuk penjatuhan pidana. Hal ini karena harus dilihat sikap batin (niat
atau maksud tujuan) pelaku perbuatan pada saat melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum tersebut.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 156a
menyebutkan:
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun,
barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau
melakukanperbuatan:
a.
Yang pada pokoknya
bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu gama yang
dianut di Indonesia;
b.
Dengan maksud agar orang
tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan ketuhanan Yang Maha Esa.[4]
Hal ini mengandung arti bahwa dapat dipidana apabila:
1.
Mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan terhadap
suatu agama;
2.
Mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat penyalahgunaan terhadap
suatau agama;
3.
Mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknnya bersifat penodaan terhadap
suatu agama.[5]
Mengenai kasus yang melibatkan ahok ini saya rasa bisa
dikatakan bahwa kasus ini berada dipenghujung timbangan. Artinya tergantung
bagaimana ujunglain menetapkan bobot, karena bobot yang sebenarnya tidak pasti
akan menjadi fakta yang sebenarnya atau sudah direkayasa. Apabila dilihat dari
unsur tindak pidananya yaitu maksud hati, maka tentu bahwa hal ini berada
ditangan masyarakat, yang harusnya ada ditangan hukum. Dan bahkan hukum pun
tidak bisa menunjukan ketegasanya.
Ada dua kemungkinan yang akan terjadi dalam kasus ini. Pertama,
ahok benar-benar melakukan kesalahan karena sudah membawa surat dalam Al-Quran
dalam pembicaraanya. Mengenai apakah benar dia menghina ataupun tidak itu
menjadikan banyak pandangan. Kemungkinan yang kedua adalah Ahok akan bebas baik
dalam putusan ataupun tuntutan. Hal ini dilihat dari bagaimana tujuan ahok
dalam kalimatnya adalah menyadarkan orang untuk berdemokrasi.
Jadi harus diingat bahwa Indonesia ini bukan negara agama dan
apalagi negara sekuler. Indonesia adalah negara Pancasila. Semua harus berjalan
sesuai dengan hukum. Dan diharapkan bahwa semua penegak hukum bekerja sesuai Pancasila.
Jangan ada penegak hukum yang terintervensi atau terpengaruh dari lingkungan
hingga kericuhan yang terjadi. Dan yang utama bahkan yang terutama adalah sesama
manusia harus saling memaafkan. Dan harus belajar dari apa yang sudah terjadi.